Status pernikahan HN (29) dengan AF (23) memicu keresahan warga Dusun Kedayon RT 18/RW 5, Desa Sumput, Kecamatan/Kabupaten Sidoarjo. Sebab, diduga kuat keduanya masih saudara kandung.
HN sang istri disebut sebagai kakak kandung dari AF, yang kini menjadi suaminya. Pasutri itu bahkan mengantongi akta pernikahan resmi dari Kantor Urusan Agama (KUA) Sukodono.
Warga setempat sontak rasan-rasan saat HN dan AF tinggal di rumah ibunya, Ny MS (40), di dusun setempat. Pasutri itu berada di rumah orangtuanya sebulan belakangan. Warga bahkan melihat HN membawa momongan bayi yang ditaksir berusia 3-4 bulan dan diduga anak hasil perkawinan mereka. Warga pun resah karena mendengar kabar bahwa keduanya bahkan sudah menikah resmi pada Desember 2010 lalu.
Warga merasa ada yang tidak beres. Sebab, mereka tahu bahwa HN dan AF sejatinya anak yang sama-sama dilahirkan dari rahim Ny MS. Kesimpulannya mereka masih saudara kandung. HN berstatus kakak sedangkan AF sebagai adiknya. “Hanya beda bapak saja, kalau ibunya sama,” ucap salah seorang warga Dusun Kedayon yang enggan menyebutkan namanya.
Melihat kejanggalan itulah, sejumlah warga mengklarifikasi ke pasutri tersebut dan keluarganya. Sebab, pernikahan yang sedarah kandung dilarang sesuai agama. Namun, pasutri itu malah menyodorkan bukti akta nikah yang menyatakan keduanya sudah menikah di depan penghulu KUA Sukodono. Warga lalu emosi dan sontak berbondong-bondong mendatangi rumah ketua RT dusun setempat, Selasa (5/4) malam.
Di depan ketua RT dan ketua RW yang juga hadir, warga meminta agar HN dan AF meninggalkan Dusun Kedayon. Selain akibat status pernikahan yang menyimpang dari aturan agama, keduanya sudah menyatakan pindah dari dusun itu beberapa bulan sebelumnya, ke Desa Plumbungan, Kecamatan Sukodono. “Warga hanya ingin agar kejadian itu tidak terulang lagi di desa ini,” ucap Ny Khusnul Khotimah, Ketua RW 5 Dusun Kedayon, Desa Sumput usai didatangi puluhan warga.
Kata sejumlah warga, pernikahan keduanya diduga dilakukan saat mereka pindah dari Dusun Kedayon, Desa Sumput dan bertempat tinggal di Desa Plumbungan, Sukodono. Warga bercerita, sebelum pernikahan terjadi, AF hampir setahun tinggal serumah dengan HN, yang di situ juga tinggal Ny MS.
Menurut warga, AF semula tinggal bersama orangtua angkatnya di Tasikmalaya, Jabar. Warga mengetahui bahwa AF memang diadopsi pasangan suami istri asal daerah tersebut sejak bayi. Namun, diduga karena berusaha mencari orangtua kandungnya, sampailah AF ke dusun tersebut dan akhirnya tinggal di rumah Ny MS, sang ibunda.
Diduga saat tinggal bersama itulah, AF dan HN saling jatuh cinta. Menurut warga, saat itu status HN janda tanpa anak dan disebut sudah pernah menikah dua kali. Sedangkan status AF bujangan. “Hasil pertemuan antara warga dengan keluarga pasangan itu, warga meminta keduanya berpisah,” beber Ny Khusnul Khotimah.
Meski demikian, dia mengaku kesepakatan itu hanya dicapai secara lisan. Sebab, status AF dan HN kini bukan warga Dusun Kedayon karena sudah mengajukan surat pindah dari dusun itu. Namun, saat ini banyak warga tetap meminta keduanya diusir dari desa. “Kami minta mereka sama-sama pindah dari desa,” imbuh Nurul, seorang warga.
Sebelum aksi puluhan warga mendatangi rumah ketua RT untuk memprotes keberadaan HN dan AF di dusun itu, sejumlah perwakilan warga juga bertemu pihak KUA Kecamatan Sukodono, menanyakan ikhwal akta nikah yang dimiliki HN dan AF. Saat itu, pasutri itu juga hadir didampingi ibu mereka, Ny MS, serta modin Desa Plumbungan yang dulunya ikut menyaksikan pernikahan mereka.
Di depan Kepala KUA Sukodono, Arief Edward, akhirnya Ny MS mengakui bahwa HN dan AF adalah anaknya, namun beda bapak. Mendengar pengakuan itu, sontak pihak KUA Sukodono terkejut. Kata warga, pihak KUA Sukodono akhirnya memutuskan akan membatalkan status pernikahan itu. “Dan akte nikahnya langsung ditarik,” cerita warga.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala KUA Sukodono, Arief Edward, mengakui ada akta nikah atas nama HN dan AF. Akta nikah itu dikeluarkan KUA Sukodono setelah kedua mempelai mengajukan syarat-syarat untuk melakukan pernikahan ke kantor tersebut. “Pernikahan pada 2 Desember 2010 lalu,” sebut Arief, dikonfirmasi Surya, di kantornya, Rabu (6/4) siang.
Saat itu, Arief menyebut pernikahan bisa dilangsungkan karena semua prosedur sudah dilalui, termasuk data jati diri HN dan AF yang dilampirkan untuk memenuhi syarat tersebut. “Bahkan saat tahapan Rafak (tahap pemeriksaan) kami sudah menanyakan apakah mereka punya hubungan saudara, namun dijawab tidak,” ucapnya.
Saat dikonfirmasi, Arief bahkan menunjukkan berkas dokumen pernikahan mempelai dan menyebut AF kala itu menyodorkan berkas kelahiran asal Tasikmalaya, lengkap dengan nama ibu dan bapaknya asal daerah tersebut. Sedangkan HN melampirkan dokumen kelahiran Sidoarjo. “Saat itu ya kami tidak curiga,” tandasnya.
Karena itulah, lalu terbit akta pernikahan itu. Pihak KUA Sukodono akhirnya mengetahui kedua mempelai yang telah dinikahkan tersebut ternyata masih bersaudara setelah didatangi warga yang juga menghadirkan kedua mempelai dan ibunya, Ny MS. “Berdasarkan pengakuan mereka itulah kami akhirnya tahu masalah ini,”katanya.
Karena berdasarkan aturan agama pernikahan yang melibatkan saudara kandung dilarang, maka KUA Sukodono memutuskan akan melakukan pembatalan perkawinan tersebut. Caranya dengan mengajukan pembatalan ke Pengadilan Agama (PA) Sidoarjo. “Nanti pengadilan yang akan memutuskannya,” urainya.
Kata Arief, pihaknya sudah melaporkan kejadian itu ke atasannya, di Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Sidoarjo. Dia berencana memasukkan berkas pembatalan pernikahan ke PA Sidoarjo, dalam waktu dekat ini.
Arief menolak saat Surya meminta agar akta nikah itu ditunjukkan. Dia juga membantah jika pihaknya disebut kecolongan dengan kejadian itu. Katanya, pihaknya merasa tertipu dengan keluarga mempelai yang telah memanipulasi data dan memberikan keterangan palsu. “Syarat dan administrasi saat itu sudah dipenuhi, kami juga sudah tanyakan saat Rafak,” bantahnya.
Pihak keluarga Ny MS menyatakan masalah tersebut sudah selesai. AF sudah pindah dari Dusun Kedayon sesuai desakan warga. Sedangkan HN tetap berada di rumah itu, di Dusun Kedayon, Desa Sumput. “Sudah tidak ada apa-apa kok, sudah selesai semua,” ucap Untung, yang mengaku adik Ny MS.
Untung yang juga sebagai Ketua RT 18/RW 5 Dusun Kedayon, Desa Sumput itu menolak halus saat Surya meminta penjelasan detail kronologi pernikahan tersebut. “Dulu ya keluarga tidak tahu, tahunya ya akhir-akhir ini dan masalah sudah selesai kok,”jawabnya. Dia berucap masalah itu muncul karena ada warga yang tidak senang dengan keluarganya.
Dia menyebut kedatangan warga ke rumahnya sebagai ketua RT justru sebagai ajang untuk menyelesaikan masalah tersebut. “Mohon maaf ya,” katanya mengakhiri pembicaraan seraya kembali meneruskan pekerjaannya membuat makanan, saat Surya menemuinya di Dusun Kedayon, Rabu (6/4) sore.
Menurut sejumlah literatur, pernikahan antara dua orang yang masih mempunyai hubungan darah dekat (hubungan sumbang/Inggris: incest) diketahui berpotensi tinggi menghasilkan keturunan yang secara biologis lemah, baik fisik maupun mental (cacat), atau bahkan letal (mematikan).
Karena itulah, hubungan sumbang tidak dikehendaki pada hampir semua masyarakat dunia. Semua agama besar dunia melarang hubungan sumbang. Di dalam aturan agama Islam (fiqih), misalnya, dikenal konsep muhrim yang mengatur hubungan sosial di antara individu-individu yang masih sekerabat. Bagi seseorang tidak diperkenankan menjalin hubungan percintaan atau perkawinan dengan orangtua, kakek atau nenek, saudara kandung, saudara tiri (bukan saudara angkat), saudara dari orangtua, kemenakan, serta cucu.
Konsep muhrim itu juga diatur dalam Pasal 8 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Isinya kurang lebih sama melarang perkawinan antara dua orang yang berhubungan darah dekat.